Gejog Lesung Tegal Ijo Budoyo Harmoni Agraris di Tengah Kota yang Terus Berdetak

Gejog Lesung Tegal Ijo Budoyo Harmoni Agraris di Tengah Kota yang Terus Berdetak

Paguyuban Gejog Lesung Tegal Ijo Budhoyo di Dusun Sumberan, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul, menjadi contoh hidup bagaimana seni tradisi agraris tetap bertahan di tengah ruang sosial yang kian urban dan heterogen. Melalui program Penyuluhan Seni dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 2025, kelompok ini mendapatkan pendampingan intensif untuk merawat sekaligus memodernkan napas kesenian mereka tanpa meninggalkan akar tradisi.

Selama dua bulan, mulai 29 Agustus hingga 19 Oktober 2025, sekitar 20 anggota paguyuban—yang mayoritas adalah warga lansia dengan beragam latar belakang profesi—mengikuti 12 sesi pelatihan di Balai RW Dusun Tegal Ijo. Kegiatan berlangsung malam hari, pukul 19.30–22.00 WIB, menyesuaikan dengan ritme aktivitas warga dan padatnya agenda kampung.​

Tim penyuluh yang diketuai Ribeth Nurvijayanto, S.Sn., M.A., bersama Rr. Yudiswara Ayu Permatasari, M.Phil., dan Yahkhannun Ne’eman, merancang materi berbasis observasi langsung terhadap kemampuan musikal, kualitas vokal, instrumen, dan repertoar kelompok. Dari hasil pemetaan itu, ditetapkan dua materi utama: gending Lancaran “Pancasila Sakti” (laras Slendro Manyura) dan lagon “Swara Kenthongan” (laras Pelog Nem) yang digarap ulang dengan nuansa irama dangdut agar lebih komunikatif dan mudah diserap para penabuh serta sinden.​

Pendekatan pelatihan memadukan metode ceramah, repetisi, dan imitasi. Peserta tidak hanya diajak memahami struktur garap—buka, lagu, suwuk—tetapi juga mempraktikkan teknik tabuhan kotekan lesung dengan pola tradisi seperti nibani, nyingkupi, hingga motif thong-thong sot, dan sebagainya, lengkap dengan latihan vokal pokok dan filler agar sajian terasa lebih dinamis. Dari sisi manajemen seni pertunjukan, peserta juga dikenalkan pada pentingnya pengelolaan kelompok, pengembangan bentuk penyajian, hingga penguatan identitas melalui kostum dan properti.​

Di balik capaian itu, penyuluhan ini juga menyoroti persoalan serius: regenerasi yang macet dan minimnya keterlibatan pemuda. Modernisasi dan padatnya aktivitas sekolah serta kerja membuat generasi muda kurang melirik gejog lesung, sementara kelompok masih sangat bergantung pada para pelaku berusia di atas 50 tahun. Program ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk menarik minat generasi muda melalui materi yang aktual, tema nasionalisme dalam “Pancasila Sakti”, serta pesan mitigasi bencana berbasis kearifan lokal dalam “Swara Kenthongan”.​

Secara keseluruhan, penyuluhan seni ini tidak hanya menambah perbendaharaan lagu dan meningkatkan kualitas musikal, tetapi juga mempertebal fungsi gejog lesung sebagai ruang temu dan komunikasi sosial di tengah masyarakat yang majemuk. Di dusun yang sawahnya kian menghilang, denting lesung dan suara kenthongan kembali menjadi pengingat memori budaya agraris sekaligus alat merajut kerukunan, persatuan, dan harmoni warga Tegal Ijo.

Sumber: Tim Penyuluhan Seni Ngestiharjo 2025

Cari
Kategori

Bagikan postingan ini

id_IDIndonesian